Mataram, katada.id- Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah mendalami dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB tahun anggaran 2025.
Untuk mempercepat proses penyelidikan, kepolisian membentuk tim khusus (Timsus). “Timsus bertugas mendalami setiap bukti dan memintai keterangan dari para pihak,” kata Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Fx Endriadi kepada wartawan.
Endriadi menyebut, pihaknya sudah mengantongi sejumlah dokumen terkait kasus tersebut. “Ada 12 dokumen dan surat yang sedang kami teliti,” ujarnya.
Selain menelusuri dokumen, penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi. Hingga kini, tercatat ada 10 orang yang sudah dimintai keterangan. “Pemeriksaannya masih sebatas klarifikasi,” tambahnya.
Meski begitu, Endriadi belum mau mengungkap siapa saja yang sudah diperiksa. “Yang jelas, ada beberapa pejabat Pemprov NTB,” katanya.
Kasus dugaan gratifikasi ini juga disebut tengah menjadi perhatian Kejati NTB. Polda NTB pun berencana berkoordinasi dengan pihak kejaksaan.
“Apakah kasus ini ada kaitan dengan dugaan dana siluman yang sedang diusut Kejati, kami belum tahu. Kami akan koordinasi dulu,” ujar Endriadi.
Informasi yang dihimpun, penyelidikan kasus ini bermula dari laporan mantan anggota DPRD NTB. Laporan tersebut menyoroti dugaan gratifikasi dan pemotongan dana Pokir tahun anggaran 2025 oleh pihak eksekutif.
Dalam laporan itu disebut, pemotongan dilakukan dengan dalih efisiensi anggaran, mengacu pada Pergub Nomor 2 dan 6 Tahun 2025. Namun, pelapor menilai dasar hukum kedua aturan tersebut lemah dan bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, yakni PP Nomor 12 Tahun 2019 serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pelapor juga menilai alasan efisiensi anggaran yang dikaitkan dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tidak relevan. Sebab, instruksi tersebut hanya mengatur efisiensi perjalanan dinas dan kegiatan seremonial, bukan menyasar program aspirasi masyarakat seperti Pokir. (*)