Bima,katada.id- Puluhan mahasiswa dari Laskar Terpelajar Donggo dan Soromandi (LTDS) menanam pohon pisang di Jalan Lintas Desa Oo dan Desa Kala, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Selasa (16/8). Pohon pisang itu ditanam sebagai bentuk protes mahasiswa pada Pemerintah yang dianggap tidak punya niat baik memperbaiki jalan yang telah rusak selama bertahun-tahun.
Dalam aksinya LTDS memasang foto Bupati Bima Hj, Indah Dhamayanti Putri, Wakil Bupati Bima, Dahlan, M.Nor dibatang pohon pisang. Mereka juga memasang foto ketua DPRD Bima, M. Putera Ferryandi dan sejumlah anggota DPRD Dapil III yakni, Supardi, Rafidin, Ramdin dan Ismail. Mahasiswa menyebut setiap wajah yang digantung dibatang pohon pisang bertanggungjawab atas kerusakan jalan kewenangan Pemkab Bima di Kecamatan Donggo dan Soromandi.
Mahasiswa menuntut perbaikan menyeluruh jalan rusak di Desa Kala, O’o, Mpili, Mbawa dan Wadukopa.
“Jalan mantap adalah hak dasar masyarakat, sedang memperbaiki jalan masyarakat kewajiban dasar Pemerintah. Tuntutan kami sederhana, perbaiki jalan rusak melalui APBD-P 2022 dan APBD 2023,” ujar Kordinator Lapangan LTDS, Murad Fadira.
Aktivis HMI Mataram itu mengungkapkan bahwa masyarakat Donggo dan Soromandi dipinggirkan dari pembangunan yang berkeadilan. Padahal menurut dia, jalan rusak diberbagai Desa sudah diketahui para pejabat penting di Kabupaten Bima sejak 2019.
“Diatas jalan rusak ini, Bupati pernah melaluinya. Anggota DPRD Bima tentu saja. Apalagi Camat Donggo dan jajarannya, setiap hari melalui jalan ini. Tapi mengapa mereka abaikan, bukankah setiap tahun daerah menghabiskan APBD hampir 2 Triliun,” jelasnya.
Protes LTDS itu dilakukan dalam suasana semarak kemerdekaan NKRI yang ke-77. Mereka menganggap itu momentum yang baik untuk mengingatkan para petinggi daerah, bahwa masyarakat Donggo dan Soromandi harus merdeka dari kerusakan jalan.
“Pada jalan rusak ini membekas tanda bahwa tanah air kami dijajah kebijakan pembangunan yang buruk dan zholim. Eksekutif dan Legislatif tidak berkoloborasi menghasilkan kebijakan publik yang demokratis. Saya menduga mereka bekerja sama hanya untuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,” tudingnya.
Aksi itu berlanjut pada Rabu (17/8) di Desa Wadukopa, Kecamatan Soromandi. LTDS membentangkan dua baliho besar yang bertuliskan; 77 Tahun Indonesia Merdeka, Masyarakat Kami Masih Dijajah, tepat dibahu jalan rusak di desa setempat. Disana mereka mengecam Pemerintah untuk tidak tutup mata dan tidak tutup nurani untuk masyarakat Donggo dan Soromandi.
“Jangan hukum kami karena alasan yang politis. Pilkada sudah selesai,” tegas Kur’an warga desa setempat.
Usai melakukan aksi di Desa Wadukopa, pada Kamis (18/8) LTDS kemudian melakukan hal yang sama di Desa Kala. Mereka membuat teatrikal “kuburan” diatas jalan rusak. Potongan kayu ditanam pada lubang jalan rusak, yang ditulis, “Bupati Bima Binti DPRD” seolah-olah telah meninggal. Mereka juga menyusun foto Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD dan sejumlah anggota DPRD depan tanda kuburan. Mereka juga taburkan bunga-bunga.
“Ini gerakan simbolik yang mengisaratkan bahwa Pemerintah Daerah mati hati nuraninya untuk masyarakat Donggo dan Soromandi. Hati nurani mereka telah terkubur dilubang jalan rusak,” ujar Kordinator Umum LTDS, Wahyudin Awalid.
Wahyu mengatakan bahwa gerakan simbolik LTDS akan dilakukan setiap desa yang mengalami kerusakan jalan. Dia mengklaim bahwa keadilan harus diperjuangkan.
“Kita tidak sedang dipimpin oleh pemimpin yang baik, adil dan demokratis. Kita sedang berhadapan langsung dengan pedagang. Kita harus punya posisi tawar tinggi. Ini harus terus dilakukan dijalan raya,” imbuhnya.
Mahasiswa Malang itu menambahkan bahwa LTDS tidak sedang meminta uang pribadi Bupati atau anggota DPRD Bima. Menurutnya setiap tahun masyarakat Donggo dan Soromandi membayar pajak ditaksir mencapai 1 miliar. “Kita minta hak. Kita berjuang mendapatkan hak yang diakui konstitusi. Jika kami punya kewenangan mengaspal jalan ini, kami tak akan menuntut. Bahkan jika harus malak, kita rela demi memperindah tanah kelahiran kami,” katanya.
Tidak berhenti disitu, LTDS kemudian melakukan gerakan yang sama di Desa Mbawa, Jum’at (19/8). Kali ini mereka meletakan keranda Mayat dipersimpangan tiga Desa Mbawa. Mereka juga menanam Keladi dilubang jalan rusak desa tersebut. Mereka pajangi foto-foto pejabat daerah seperti yang dilakukan di Desa O’o, Wadukopa dan Desa Kala.
“Setiap jalan rusak ditanah kelahiran kami akan jadi tempat bertumbuhnya perlawanan. Kami hanya bisa berjanji satu hal, bahwa segala cara akan kita tempuh untuk menghidupkan kembali nurani Pemerintah,” pungkas Wahyu. (sat)