Sempat Diusut KPK, Kasus Dugaan Korupsi Masjid Agung Bima Dihentikan Kejati NTB

0
Tim KPK turun mengecek bangunan Masjid Agung Bima, Rabu (11/9).

Mataram, katada.id – Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Bima dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

Sebelumnya, kasus ini pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun di penghujung tahun 2024, penanganan dilimpahkan ke Kejati NTB. “Kami hentikan sementara,” tegas Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB, Hendarsyah YP kepada wartawan, Rabu (16/4).

Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung dilaporkan ke KPK, Juni tahun 2022 lalu. Terlapornya, mantan Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri.

Selain bupati, dua pejabat dan rekanan dilaporkan juga ke KPK. Mantan Sekda Pemkab Bima Taufik HAK; Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bima M Taufik (saat ini menjabat Kepala Bappeda Bima); dan Direktur Utama (Dirut) PT Brahmakerta, Adiwira H Yufizar.

Pembangunan Masjid Agung dengan anggaran Rp 78 miliar ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB tahun 2022. Menurut hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Bima pada 2021, ada tiga temuan penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah senilai Rp 8,4 miliar.

Dengan rincian, penyelesaian pekerjaan terlambat dan belum dikenakan sanksi denda senilai Rp 832.075.708,95; kekurangan volume pekerjaan konstruksi senilai Rp 497.481.748,58; dan kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 7.092.727.273,00.

Namun, setelah jaksa melakukan pengecekan data dan meminta keterangan para pihak terkait, mereka menemukan hal yang berbeda. “Itu temuan BPK (potensi kerugian negara Rp 8,4 miliar),” terangnya.

Kemudian angka R p850 juta merupakan denda keterlambatan. Sedangkan sisanya senilai Rp7 miliar lebih merupakan restitusi pajak.

Hendar menjelaskan bahwa masjid merupakan tempat sosial. Selain murni sebagai tempat ibadah, masjid juga bisa untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di sini lah terdapat miskomunikasi antara BPK dengan pihak perpajakan. “Dan itu sudah diselesaikan,” ucapnya.

Negara, lanjut Hendar, bukan belum menerima pajak. Justru penyedia sudah terlanjur membayar uang pajak yang seharusnya tidak dibayar. Lagi-lagi persoalan itu telah selesai. “Sudah dikembalikan pajak ke penyedianya,” katanya.

Kendati telah dihentikan, jaksa tidak menutup kemungkinan akan kembali membuka dan mengusut kasus Masjid Agung Bima tersebut. “Kalau ada bukti lain, kita bisa buka lagi,” tandasnya.

Selama proses pengusutan kasus Majid Agung Bima, Kejati NTB telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pihak perpajakan, eks Kepala Dinas Perkim Bima, Pejabat Pembuat Komitmen.

Tidak hanya dari kalangan pejabat, Kejati NTB juga memintai keterangan pihak swasta. Salah satunya adalah kontraktor perusahaan lokal asal Dompu. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here