Amman Mineral Gagal Dapat Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat, Ini Alasan Kementerian ESDM

0
Kegiatan operasional pertambangan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN). (Dok Amman Mineral Internasional)

Jakarta, katada.id – Nasib PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) tak seperti PT Freeport Indonesia (PTFI). Perusahaan tambang yang beroperasi di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) gagal mendapat izin ekspor konsentrat tembaga.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa PT Amman Mineral telah menerima surat permohonan izin ekspor konsentrat tembaga. Namun, Amman Mineral tidak mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga lantaran tidak ada keadaan kahar seperti yang terjadi pada PT Freeport.

“Tidak ada relaksasi ekspor. Yang ada adalah keadaan kahar yang memungkinkan ekspor. Mungkin iya (menerima surat permohonan izin ekspor). Belum, tidak bisa. Kahar kan kebakaran dan asuransi,” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno dilansir kontan.co.id, Senin (24/4).

Tri menegaskan, meski smelter belum mencapai kapasitas penuh, namun jika tidak dalam keadaan kahar, tidak akan ada izin ekspor konsentrat tembaga. “Kan itu bukan kahar. Memang ramp up itu biasa lah,” tambahnya.

Sebelumnya, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) meminta relaksasi ekspor konsentrat tembaga seiring dengan proses commissioning smelter yang berjalan lebih lambat dari rencana.

Presiden Direktur Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) Rachmat Makkasau mengatakan, saat ini smelter yang dibangun oleh anak usahanya, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), baru mencapai kapasitas operasi sekitar 48%.

“Proses commissioning berjalan lambat karena kami melakukan berbagai upaya untuk memastikan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Karena ini adalah teknologi yang baru yang memang sangat berbeda dengan kemampuan kami sebagai penambang,” kata Rachmat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2).

Smelter yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, ini memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun, dengan target produksi 220.000 ton katoda tembaga.

Selain itu, smelter ini juga akan menghasilkan produk sampingan seperti 830.000 ton asam sulfat, 18 ton emas batangan, 55 ton perak, dan 77 ton selenium.

Amman memulai proses commissioning sejak Juni 2024 setelah menyelesaikan tahap mechanical completion pada Mei 2024. Namun, karena kompleksitas teknologi yang digunakan—menggabungkan teknologi dari Yanggu, China, serta beberapa penyedia lainnya seperti Merin dan Ototec—proses startup smelter mengalami kendala teknis.

“Dengan itu kami juga berharap dapat diberikan fleksibilitas untuk melakukan ekspor mengingat banyaknya ketidakpastian dalam proses commissioning ini,” ungkap Rachmat.

Rachmat menjelaskan, Amman sebelumnya berkomitmen membangun smelter setelah mengambil alih tambang dari PT Newmont pada 2017. Awalnya, smelter dirancang dengan kapasitas 2,6 juta ton, tetapi kemudian disesuaikan dengan produksi Amman menjadi 900.000 ton.

Total investasi proyek ini mencapai sekitar US$ 1,4 miliar, termasuk investasi tambahan untuk pembangkit listrik dan fasilitas pendukung lainnya.

Menurut Rachmat, dengan kapasitas operasi yang masih di bawah target, Amman menilai relaksasi ekspor konsentrat tembaga akan membantu menjaga keseimbangan produksi dan operasional.

Pemerintah sebelumnya telah memberikan izin ekspor bagi beberapa perusahaan tambang yang smelternya belum mencapai target operasi penuh, termasuk PT Freeport Indonesia.

Hingga kini, Amman terus melakukan berbagai upaya untuk mempercepat commissioning smelter, termasuk menambah jumlah tenaga kerja di luar rencana awal untuk memastikan kelancaran operasional. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here