Mataram, katada.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah (Loteng) hingga kini belum berhasil menemukan keberadaan Suherman, tersangka kasus korupsi proyek jalan menuju Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak.
Suherman merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek tersebut. Ia kini menjadi buron dan telah dilakukan pencekalan oleh pihak imigrasi.
Kasi Intelijen Kejari Lombok Tengah, I Made Juri Imanu mengungkapkan bahwa surat pencekalan terhadap Suherman telah diterbitkan untuk mencegahnya melarikan diri ke luar negeri. “Kami sudah melakukan pencekalan terhadap tersangka (berinisial SU),” ujar I Made Juri.
Meskipun demikian, jaksa meyakini bahwa Suherman masih berada di dalam negeri dan timnya terus melakukan pencarian bersama tim tangkap buron (Tabur) di seluruh kejaksaan Indonesia. “Kami berharap tersangka segera ditemukan,” harapnya.
Suherman tercatat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov NTB. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihaknya, Suherman sudah tidak masuk kantor sejak beberapa bulan lalu.
Kejaksaan juga berharap agar masyarakat dapat membantu dalam pencarian tersangka agar kasus ini segera selesai. “Bila perlu kami meminta tersangka untuk menyerahkan diri,” imbuh I Made Juri.
Sebelumnya, Suherman bersama dua tersangka lainnya, Muhammad Nur Rushan yang merupakan konsultan pengawas, serta Fikhan Sahidu, Direktur PT Indomine Utama, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek jalan TWA Gunung Tunak. Dua tersangka lainnya sudah ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat.
Saat ini, berkas untuk ketiga tersangka masih dalam tahap pelengkapan sebelum dilimpahkan ke jaksa peneliti.
Proyek jalan menuju TWA Gunung Tunak dibangun pada tahun 2017 dengan anggaran senilai Rp 3 miliar dari Dinas PUPR NTB. Namun, jalan tersebut ambrol setelah serah terima sementara pekerjaan dari rekanan pelaksana PT Indomine Utama kepada pemerintah.
Kerusakan jalan diperkirakan mencapai sepanjang 1 kilometer. Temuan ini memicu penyelidikan lebih lanjut, dan hasil pemeriksaan ahli konstruksi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) menunjukkan adanya kekurangan spesifikasi dan volume pekerjaan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 335 juta. (red)