
Mataram, katada.id – Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) NTB menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa korupsi benih jagung Rp27 miliar tahun 2017, Aryanto Prametu.
Majelis Hakim yang dipimpin Soehartono didampingi Hakim Anggota I Gede Komang Ady Natha dan Mahsan menyatakan perbuatan Direktur Sinta Agro Mandiri (SAM) itu bukan perbuatan pidana. Sehingga dilepaskan dari semua tuntutan hukum.
Berikut Profil dan Harta Kekayaan Tiga Hakim yang vonis bebas terdakwa Aryanto Prametu:
Ketua Majelis Hakim Soehartono
Berdasarkan data yang dikutip dari website Pengadilan Tinggi NTB, Senin (28/3/2022), Soehartono yang kelahiran Purworejo 1 Januari 1960 itu berpangkat Pembina Utama Madya/IV/d. Dia merupakan lulusan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (S1) dan Universitas Gajah Mada (S2).
Sebelum menjadi hakim tinggi di PT Mataram, Soehartono pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Purworejo. Ia juga pernah berdinas di PN Pontianak dan sebagai Ketua PN Demak.
Sebelum menjadi hakim tinggi di PT Mataram, Soehartono pernah bertugas di beberapa tempat. Dia pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Purworejo; Hakim Pengadilan Negeri Pontianak; Ketua Pengadilan Negeri Demak.
Lalu pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Kandangan; Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat; hingga akhirnya menjadi hakim tinggi di PT Mataram.
Sebagai penyelenggara negara, Soehartono wajib melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Terakhir, dia melaporkan harta kekayaannya ke KPK pada 4 Januari 2022 untuk masa pelaporan periodik 2021.
- Tanah dan bangunan: Rp 1.625.000.000
- Alat transportasi: Rp 467.375.000
- Harta bergerak lainnya: Rp 149.985.000
- Kas dan setara kas: Rp 611.797.952
- Total: Rp 2.854.157.952
Hakim Anggota I Gede Komang Ady Natha
Hakim Gede Komang merupakan salah satu hakim tinggi di PT Mataram. Pria kelahiran Tabanan, Bali, pada 23 Agustus 1957 ini merupakan hakim berpangkat Pembina Utara/IV/e. Gede Komang merupakan lulusan Universitas Gajah Mada Yogyakarta (S1) dan Universitas Narotama Surabaya (S2).
Gede Komang pernah bertugas di sejumlah lokasi. Seperti sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi NTT, lalu Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Kupang, dan berlabuh sebagai Hakim Tinggi di PT Mataram sejak 2019 hingga sekarang.
Sebagai penyelenggara negara, Gede Komang wajib melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Dia tercatat sejak 2016 rajin melaporkan kekayaannya. Berikut laporan terakhirnya pada 11 Januari 2022 untuk masa periodik 2021.
- Tanah dan bangunan: Rp 2.280.000.000
- Alat transportasi: Rp 169.500.000
- Harta bergerak lainnya: Rp 61.000.000
- Kas dan setara kas: Rp 114.888.443
- Total: Rp 2.625.388.443
Hakim Anggota Mahsan
Hakim Mahsan terdaftar sebagai salah satu hakim tinggi Ad Hoc Tipikor di PT Mataram. Pria kelahiran Mataram, 15 Februari 1963 ini merupakan lulusan S1 Universitas Mataram.
Mahsan pernah berkarier di sejumlah tempat. Salah satunya sebagai hakim ad hoc di Pengadilan Tinggi Maluku.
Hakim Ad Hoc merupakan hakim yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diangkat untuk jangka waktu tertentu. Pengangkatannya diatur undang-undang.
Sebagai penyelenggara negara, Mahsan wajib melaporkan harta kekayannya ke KPK. Dalam laman e-LHKPN KPK, tercatat Mahsan beberapa kali melaporkan hartanya ke lembaga antirasuah.
- Tanah dan bangunan: Rp 1.055.000.000
- Alat transportasi: Rp 118.630.000
- Harta bergerak lainnya: Rp 76.250.000k
- Kas dan setara kas: Rp 17.806.762
- Total: Rp 1.267.686.762
Sebagai informasi, dalam amar putusan, Majelis Hakim menerima permohonan banding dari penasehat hukum terdakwa dan penuntut umum.
“Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 7/Pid.Sus.TPK/2021/PN.Mtr tanggal 10 Januari 2022 yang dimohonkan tersebut,” ucap Ketua Majelis Hakim Soehartono dalam amar putusan dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Mataram, Kamis (24/3/2022).
Baca Juga: Sosok Aryanto Prametu, Terdakwa Korupsi Benih Jagung Rp27 Miliar yang Divonis Bebas
Hakim menyatakan terdakwa Aryanto Prametu terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primair. Akan tetapi tidak dapat dijatuhkan pidana karena perbuatan tersebut termasuk pelanggaran administrasi.
“Melepaskan terdakwa Aryanto Prametu dari segala tuntutan hukum (onslagh van rechtsvervolging). Memerintahkan terdakwa Aryanto Prametu segera dikeluarkan dari tahanan. Memulihkan terdakwa Aryanto Prametu dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” sebut Majelis Hakim. (aw)