Bima, katada.id – Dugaan pungutan liar (Pungli) dalam perekrutan honorer menyeruak di Pemkab Bima. Satu surat keputusan (SK) diduga “dijual” hingga puluhan juta rupiah.
Padahal, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas meminta pemerintah daerah (pemda) tidak lagi merekrut tenaga honorer.
Hal ini tertuang dalam Pasal 8 PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil secara jelas telah dilarang untuk merekrut tenaga honorer. Juga termaktub dalam Pasal 96 PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Informasi yang dihimpun di lapangan, perekrutan tenaga honorer masih terjadi di Pemkab Bima. Bahkan, oknum warga rela membayar dengan harga tinggi demi mendapat status tenaga honorer Pemkab Bima. Untuk satu SK dipasang tarif dari Rp 35 juta hingga Rp 45 juta
Seperti pengakuan salah seorang warga Kabupaten Bima yang meminta namanya tidak ditulis. Ia mengaku, membayar SK Tenaga Penunjang Utama (TPU) di salah satu dinas Rp 25 juta untuk anaknya. Sementara, untuk iparnya yang bertugas sebagai guru, ia membayar Rp 35 juta.
Sementara, untuk keponakannya yang bekerja sebagai tenaga medis, ia juga membayar SK TPU sebesar Rp 35 juta “Tidak yang gratis, semua harus dibayar,” ungkapnya.
Untuk mendapatkan SK TPU, ia ditawari salah seorang ASN yang mengaku memiliki kedekatan dengan oknum di Badan Kepegawaian Daerah dan Pendidikan Pelatihan (BKD dan Diklat) Kabupaten Bima. SK tersebut akan diterbitkan jika uang “pelicin” sudah disiapkan.
“Saya termasuk murah, dibanding yang lain sampai bayar hingga Rp 45 juta,” bebernya.
Informasi lain menyebutkan, dugaan praktik jual beli SK TPU ini memanfaatkan tenaga honorer yang sudah lulus PPPK. SK mereka yang lolos PPPK ini akan diganti dengan nama baru.
Para pemegang SK TPU tersebar di sejumlah instansi. Mereka mendapat insentif Rp600-Rp900 ribu per bulan. “Banyak wajah baru yang masuk belakangan ini. Sebagian besar mereka adalah tenaga TPU,” beber salah seorang ASN Pemkab Bima.
Kepala BKD dan Diklat Kabupaten Bima Abdul Wahab Usman belum menjawab konfirmasi media ini kaitan dengan dugaan jual beli SK honorer. Pesan singkat WhatsApp yang dikirim hingga kini belum dibalas.
Sementara, Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Bima Suryadin membantah adanya dugaan jual beli SK honorer di Pemkab Bima. “Kalau ada bukti atau indikasi dugaan tersebut, silakan dilaporkan,” katanya dihubungi media ini.
Ia menegaskan bahwa tenaga honorer yang lolos PPPK tidak boleh diganti. Karena nama PPPK sudah ada dalam pangkalan data (database) di pusat. Sehingga jika ada pihak yang mencoba untuk memanipulasi, maka akan bisa diketahui. “Tidak bisa diganti begitu saja,” tandasnya. (ain)