Minta Batalkan Mutasi, Fraksi Gerindra Ancam Boikot Sidang Dewan dan Bakal Gunakan Hak Interpelasi

0
Anggota Fraksi Gerindra DPRD KLU, Hakamah

Lombok Utara, katada.id – Tidak kunjung ada kepastian pembatalan SK mutasi terhadap 103 penjabat yang dilantik pada Jumat (22/3) lalu, Anggota Fraksi Gerindra DPRD KLU Hakamah mengancam Pemerintah Daerah (Pemda) akan melakukan boikot sidang dewan sekaligus mengambil langkah hak interpelasi, bahkan angket.

”Pagah (keras kepala, red) Bupati Lombok Utara, H Djohan Sjamsu dan Sekda KLU Anding Duwi Cahyadi ini,” katanya, Kamis (4/4).

Menurut Hakamah, mutasi yang sudah dilakukan itu cacat secara hukum berdasarkan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Kemendagri, nomor 100.2.1.3/1575/SJ pada Jum’at (29/3), perihal “Kewenangan Kepala Daerah Pada Daerah yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian”. Ia menafsirkan bahwa batas terakhir mutasi itu jatuh pada Kamis (21/3), sedangkan mutasi dilakukan pada Jumat (22/3). “Artinya itu sudah melanggar,” ungkapnya.

Lanjutnya, dalam SE itu sudah menegaskan bahwa mutasi bagi daerah yang melakukan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) diberi batas waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon pada Minggu (22/9).

“Dan setelah saya hitung, Maret ke September itu sudah terhitung enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, makanya ini cacat hukum,” tegasnya.

“Sudah cacat hukum gak mau membatalkan itu, kita akan boikot sidang dewan, bila perlu kami menggunakan hak interpelasi atau angket nanti,” ancamannya.

Menurut Hakamah, ini terjadi akibat kurang telitinya bawahan Bupati dalam memahami aturan. Bahkan dirinya dalam waktu dekat ini akan berencana memanggil Sekda KLU, BKD PSDM KLU dan Kabag Hukum Setda KLU untuk menanyakan langsung kaitan persolan ini.

Namun jika mutasi itu tidak dibatalkan, pihaknya akan meminta kepada Ketua DPRD KLU , Artadi untuk memboikot sidang dewan sampai Bupati menyetujuinya.

“Karena kalau ini tidak disetujui, dampaknya nanti Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto Ridawan tidak bisa ikut di Pilkada yang akan datang. Karena diketahui Bupati dan Wakil bupati itu merupakan jabatan kolektif,” jelasnya.

Kata Hakamah, dalam Undang-Undanh Nomor 10 tahun 2016 itu sudah jelas diperintahkan untuk tidak melakukan mutasi enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali Pemda mendapatkan rekomendasi dari Kemendagri.

Sedangkan saat ini Pemda tidak memiliki rekomendasi dari Kemendagri, jadi bagaimana mau dikatakan aman. Untuk itu, selama seminggu ke depan pihaknya memberikan waktu kepada Pemda untuk segera menyikapi itu, sebelum langkah lain di ambil.

“Jadi harus taat hukum lah, kalau Kemendagri berikan rekomendasi mutasi, terus mutasi, nah itu baru aman,” pungkasnya. (ham)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here