Bima, katada.id – Dugaan penyalahgunaan anggaran penyertaan modal kepada delapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dilaporkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera membenarkan adanya laporan penyertaan modal BUMD Bima tersebut. “Iya, ada Lapdu (laporan pengaduan) yang masuk dan sudah diterima Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),” ungkapnya dihubungi melalui ponsel, Rabu (1/3/2023).
Laporan dugaan penyalahgunaan penyertaan modal dari tahun 2005 hingga 2022 ini disampaikan masyarakat 20 Februari lalu. Dalam salinan laporan yang didapat katada.id, Pemkab Bima telah mengalokasikan anggaran Rp90 miliar terhadap delapan BUMD selama 7 tahun menjabat. Nilai penyertaan modal tersebut sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BKP) NTB atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bima tahun 2021.
Nilai penyertaan modal periode 2005 hingga 2022 berbeda dengan hasil penelusuran Inspektorat Kabupaten Bima September 2021 lalu. Inspektorat menemukan penyertaan modal periode 2005-2022 sebesar Rp68 miliar.
Baca juga: Terdakwa Korupsi Saprodi Ungkap Bukti Pengiriman Uang ke Bupati Bima
Perbedaan nilai tersebut karena diduga adanya penyertaan modal secara sepihak sekitar Rp21 miliar lebih pada tahun 2020 dan 2021. Dengan rincian, PDAM Bima Rp7 miliar dan BPR NTB Cabang Bima Rp11 miliar.
Dari uraian laporan, penyertaan modal tahun 2020 dan 2021 dilakukan tanpa didukung peraturan daerah (Perda). Sebab Perda Penyertaan Modal sebelumnya hanya berlaku pada tahun anggaran 2019. Sehingga terjadi perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyertaan Modal akhir tahun anggaran 2021. Dengan adanya perda perubahan tersebut, maka penyertaan modal hanya bisa dilakukan di tahun 2022
Sementara, penyertaan modal dari tahun 2015 sampai tahun 2019 di era Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri, rinciannya Bank NTB Rp24,6 miliar, PDAM Rp1,8 miliar, PD Wawo Rp1,5 miliar, PD BPR NTB Bima Rp1,650 miliar, PT Dana Usaha Mandiri Rp250 juta, PT Dana Sanggar Mandiri Rp250 juta, BPR Pesisir Akbar Rp2,350 miliar, dan PT Jamkrida NTB Gemilang Rp500 juta.
Menurut pelaporan masyarakat tersebut, Pemda Bima dinilai tidak melakukan pemeriksaan terkait penggunaan anggaran penyertaan modal oleh delapan BUMD dan penyertaan modal tidak melewati prosedur seperti analisi investasi.
Selain itu, penyertaan modal disebut modus baru dalam tindak pidana korupsi. Ditambah, dividen untuk Pemkab Bima dari BUMD tidak dihitung dengan jelas dan pasti untuk kepentingan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD).
Sebelumnya, Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Bima, Suryadin tidak menampik ada alokasi anggaran penyertaan modal tahun 2020 dan 2021.
Baca juga: Bupati Bima Diterpa Dua Isu Terima Fee Proyek: Pengadaan Kapal Rp275 Juta dan Saprodi Rp250 Juta
“Kalau penyertaan modal BUMD memang dianggarkan dalam APBD murni tahun 2020 APBD. Kemudian dinolkan setelah APBD perubahan,” terangnya dihubungi katada.id, Selasa (31/1/2023).
Sementara, pada tahun anggaran 2021 tidak dianggarkan lagi penyertaan modal BUMD. Meskipun angka tersebut muncul dalam dokumen APBD tahun 2021, namun tidak direalisasikan. “Karena belum ada Perda Penyertaan Modal sebagai acuan penjabaran,” ujarnya.
Baca juga: Kejati NTB Hentikan Kasus Korupsi Wakil Bupati Lombok Utara
Soal nilai alokasi penyertaan modal selama dua tahun terakhir, Suryadin mengamini angka Rp20 miliar. Tetapi dari nilai tersebut tidak semuanya direalisasikan. “Kalau mengacu pada dokumen APBD 2020 dan 2021 itu benar (Rp20 miliar), karena tertuang di dalamnya dan dibahas dengan legislatif,” jelasnya. (ain)