KPK Tutup Tambang Emas Ilegal Beromzet Rp 1 Triliun di Sekotong Lombok Barat

0
KPK dan Pemprov NTB menutup tambang ilegal di Sekotong, Lombok Barat. (Istimewa)

Lombok Barat, katada.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemprov NTB menertibkan tambang emas ilegal yang beroperasi di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat, Jumat (4/10).

Langkah itu diambil dalam mendorong optimalisasi pajak atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).

Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria menjelaskan aktivitas tambang ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) ini diperkirakan telah berlangsung sejak 2021 dan menghasilkan omzet sekitar Rp 90 miliar per bulan atau Rp 1,08 triliun per tahun. Omset tersebut berasal dari tiga tempat penyimpanan (stockpile) di satu lokasi tambang di Sekotong yang luasnya setara lapangan bola.

“Ini baru satu lokasi, dengan tiga stockpile. Dan kita tahu, mungkin di sebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu perbulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara,” ujar Dian usai melakukan pendampingan lapangan dan meninjau langsung lokasi tambang ilegal di Sekotong, Jumat (4/10).

Data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB menunjukkan ada 26 titik tambang ilegal di Sekotong yang tersebar di area seluas 98,16 hektare. Keberadaan tambang ilegal ini menyebabkan kerugian negara, terutama karena tidak adanya pembayaran pajak, royalti, atau iuran tetap.

Dian juga menyebut adanya dugaan konspirasi antara pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dan operator tambang ilegal. Meskipun kawasan tersebut memiliki izin resmi dari PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), tambang ilegal tetap beroperasi, dan papan tanda IUP baru dipasang pada Agustus 2024 setelah tambang beroperasi bertahun-tahun.

“Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini, mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara,” jelas Dian.

Tambang ilegal ini juga menggunakan alat berat dan bahan kimia impor, termasuk merkuri dan terpal khusus dari Cina untuk proses pengolahan emas.

Lebih lanjut, dia mengatakan limbah merkuri dan sianida yang dihasilkan berpotensi mencemari lingkungan sekitar, termasuk sumber air dan pantai.

“Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat,” ujar Dian.

Sebagai bagian dari upaya penertiban, KPK bersama Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabal Nusra) serta DLHK NTB memasang plang peringatan di lokasi tambang pada pukul 08.33 Wita. Plang tersebut menyatakan larangan melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin di kawasan hutan Sekotong, dengan ancaman hukuman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala DLHK NTB, Mursal, menyatakan bahwa tambang emas ilegal di Sekotong merupakan yang terbesar di Pulau Lombok dan salah satu yang terbesar di NTB.

Ia menambahkan, kehadiran KPK dalam pendampingan penegakan hukum memberikan dukungan moral yang signifikan.

“Kami merasa lebih percaya diri, karena kegiatan-kegiatan ilegal seperti ini seringkali ada yang mem-backup,” tambahnya. (rl)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here